Makalah Pengantar Study Islam "Islam Dan Gagasan Universal


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam, yang mana dengan rahmat-Nya jualah kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktunya. Semoga sholawat dan salam tidak lupa kita hanturkan kepada baginda nabi besar Muhammad s.a.w. yang mana telah membawa kita dari alam kejahilan hingga ke masa yang terang benderang dengan agama Islam yang rahmatan lil alamin.
Ribuan ucapan terima kasih kami persembahkan kepada bapak Munawar Sadali, SHI, M.Pd.i, yang mana dengan ikhlas telah memberikan ilmu kepada kami. Serta tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan masukan untuk makalah ini. Sekian, semoga bermanfaat.









Penulis,



TTD


DAFTAR ISI




BAB I

PENDAHULUAN

Ajaran Islam mengandung berbagai arti, yaitu: pertama, menurut dan menyerahkan. Orang yang memeluluk islam ialah orang yang menyerahkan diri kepada Allah Swt. dan menurut segala ajaran yang telah ditentukan. Kedua, sejahtera, tidak tercela, tidak cacat, selamat, tentram, dan babhagia. Ketiga, mengaku, menyerahkan, dan menyelamatkan. Orang yang memeluk Islam adalah orang yang menganut ajaran perdamaian dalam segala tingkah laku dan perbuatan.

1.     Apa saja pembahasan Konsepsi Islam sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin ?
2.     Apa saja pembahasan Islam dan Globalisasi ?
3.     Apa saja pembahasan Gagasan Islamisasi Sains ?
4.     Apa saja pembahasan Menakar Pluralisme Agama-agama ?
5.     Apa saja pembahasan Islam dan Kesetaraan Gender ?

1.     Ingin mengetahui pembahasan Konsepsi Islam sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin.
2.     Ingin mengetahui pembahasan Islam dan Globalisasi.
3.     Ingin mengetahui pembahasan Gagasan Islamisasi Sains.
4.     Ingin mengetahui pembahasan Menakar Pluralisme Agama-agama.
5.     Ingin mengetahui pembahasan Islam dan Kesetaraan Gender.



BAB II

PEMBAHASA

Memang benar agama islam adalah agama rahmatan lil’alamin. Namun banyak orang yang salah kaprah dalam menafsirkannya. Sehingga banyak kesalahan dalam memahami praktek beragama bahkan dalam hal yang fundamental yaitu akidah.
Pernyataan bahwa islam adalah agama yang rahmatan lil’alamin sebenarnya adalah kesimpulan dari firman Allah Ta’ala,
“Kami tidak mengutus engkau, wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta”.[1]
Tugas Nabi Muhammad adalah membawa rahmat bagi sekalian alam, maka itu pulalah risalah agama yang dibawanya. Tegasnya, risalah Islam ialah mendatangkan rahmat buat seluruh alam. Lawan daripada rahmat ialah bencan dan malapetaka. Maka jika dirumuskan ke dalam bentuk kalimat yang menggunakan kata peniadaan, kita lau mendapat pengertian baru tapi lebih tegas bahwa islam itu “bukan bencana alam”. Dengan demikian kehadiran Islam di alam ini bukan untuk bencana dan malapetaka, tetapi untuk keselamatan, untuk kesejahteraan dan untuk kebahagiaan manusia lahir dan batin, baik secara perseorangn maupun secara bersama-sama dalam masyarakat.
Kebenaran risalah Islam sebagai rahmat bagi manusia, terletak pada kesempurnaan Islam itu sendiri. Islam adalah dalam satu kesatuan ajaran, ajaran yang satu dengan yang lainnya mempunyai nisbat dan hubungan yang saling berkait. Maka Islam dapat kita lihat serempak dalam tiga segi yaitu aqidah, syari’ah dan nizam.
Yang menjadi tantangan besar umat Islam masa kini adalah Islam belum lagi terwujud risalahnya, ia belum lagi menjadi rahmat bagi manusia. Karenanya kita harus mengadakan koreksi total terhadap cara-cara hidup kita, baik dalam bidang ubudiyah maupun dalam bidang mu’amalah.[2]

Dalam agama Islam memandang agama-agama lain dan berbagai ras pun mempunyai konsep yang baik. Islam sebagai konstitusinya juga mewajibkan perdamaian antar manusia. Ia menyatakan mengapa manusia dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku tiada lain untuk memudahkan saling berkenalan dan saling berdekatan antara sesama manusia, bukan menjadikan jalan agar sebagian manusia itu lebih tinggi dari yang lainnya, dan agar sebagian manusia itu dapat menjadikan dirinya tuhan.

            Orang mukmin mencintai segenap manusia, karena mereka adalah saudaranya, sama-sama keturunan Adam dan teman karibnya dalam mengabdikan diri kepada Allah. Antara dia dengan mereka diikat oleh pertalian darah, tujuannya sama dan musuhnya pun sama. Allah SWT menegaskan :
            “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dari diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian.”[3]
Demikianlah pandangan orang mukmin terhadap umat manusia. Tiada perasaan kebanggaan tentang nasab, tempat kelahiran, tidak ada perasaan dengki antara kelompok satu dengan yang lain, antara individu satu dengan yang lain. Yang ada hanyalah perasaan cinta kasih, persamaan dan persaudaraan.[4]
            Dalam memperlakukan non muslim (Ahli Dzimmah) mereka mendapatkan hak seperti yang didapatkan oleh kaum Muslimin, kecuali pada perkara-perkara yang terbatas dan perkecualian. Sebagaimana halnya juga mereka dikenakan kewajiban seperti yang dikenakan terhadap kaum Muslimin. Kecuali pada apa-apa yang diperkecualikan. Ialah hak memperoleh perindungan yaitu melindungi mereka dari segala permusuhan eksternal. Ijma’ Ulama umat Islam terjadi dalam hal ini seperti yang diriwayatkan Abu Daud dan Al-Baihaqi
            “Siapa-siapa yang menzhalimi kafir mu’ahad atau mengurangi haknya, atau membebaninya di luar kesanggupannya, atau mengambil sesuatu daripadanya tanpa kerelaannya, maka akulah yang menjadi seterunya pada hari Kiamat (HR. Abu Daud dan Al-Baihaqi)
Kemudian melindungi darah dan badan mereka, melindungi harta mereka, menjaga kehormatan mereka, memberikan jaminan sosial ketika dalam keadaan lemah, kebebasan beragama, kebebasan bekerja, berusaha dan menjadi pejabat, inilah beberapa contoh dan saksi-saksi yang dicatat sejarah mengenai sikap kaum Muslimin dan pengaruhnya terhadap Ahli Dzimmah.[5]
            Islam memang agama yang menyebarkan benih-benih kasih sayang, cinta dan damai. Islam secara eksklusif bukan berarti terorisme, tetapi eksklusif dalam pengertian akidah. Yaitu mempercayai dan meyakini bahwa Islam agama yang benar. Dan itu harga mati di dalam akidah setiap Muslim. Dan bukan berarti Terorisme. Nah, secara inklusifnya Islam sendiri mewajibkan umatnya untuk bertoleran sesama manusia. Dan ini tidak bisa diartikan dengan Pluralisme agama.
            Yusuf Qardhawi menyatakan bahwasanya tujuan Islam adalah membangun manusia yang shalih. Tidak mungkin Islam menyebarkan benih-benih terorisme. Dan bila “jihad” dalam pengertian islam adalah menyeru kepada agama yang benar, berusaha semaksimal mungkin baik dengan perkataan ataupun perbuatan dalam berbagai lapangan kehidupan dimana agama yang benar ini diperjuangkan dan dengannnya ia memperoleh kemenangan maka ia, tentunya lebih luas ketimbang “perang” bahkan terorisme.[6]
            Dengan Islam yang Rahmatan lil’alamin ini, kita telah dapat memberikan kesimpulan bahwa Islam tidak hanya sebagai agama, tetapi suatu perdaban yang di dalamnya terdapat pandangan hidup (framework) yang jelas dan universal dalam hal kebenaran.
Dari segi bahasa (etimologi), islam berasal dari bahasa arab, yaitu salima yang mengandung arti selamat, damai dan sentosa.dari kata salima, selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk kedamaian. Islam adalah agama Allah SWT, yang diturunkan pada Nabi Muhammad SAW, untuk mengajarkan dan menyampaikan pada umat-nya.
Adapun globalisasi berasal dari kata “global”. Globalisasi merupakan proses menuju arah global. Arti global adalah menyuruh atau menyatu, dari berbagai unsur menjadi satu.
Globalisasi adalah era global/ modern bahwa dunia ini terasa seperti kampong kecil. Interaksi antarnegara, peradababn, dan budaya semakin mudah dalam melakukannya, proses tersebut saling mempengaruhi antar satu budaya dengan budaya yang lain dengan proses cepat, baik budaya itu positif atau negatif.[7]
Islam mengembangkan matematika India, ilmu kedokteran dari Cina, logika Yunani, dan sebagainya. Namun dalam proses penerimaannya itu terdapat dialetika internal. Misalnya, untuk bidang-bidang pengajian tertentu, Islam menolak bagian logika Yunani yang sangat rasional diganti dengan cara berfikir intuitif yang menekankan rasa seperti yang dikenal dalam tasawuf.
Alquran sebagai sumber utama ajaran Islam diturunkan bukan dalam ruang hampa, melainkan dengan setting sosial aktual. Respon normatifnya merefleksikan kondisi sosial aktual itu, meskipun jelas, bahwa Alquran memiliki cita-cita sosial tertentu.
Jika saat ini kita menghadapi kesenjangan sosial yang diakibatkan oleh perbedaan tingkat ekonomi, maka pada masa kelahirannya lima belas abad yang lalu Islam telah memberikan perhatian terhadap masalah ini. Kesenjangan sosial pada sistem kapasitas ternyata lebih besar dari pada kesenjangan pada sistem sosialis, dan pada dunia ketiga seperti Indonesia, kesenjangan sosial itu lebih besar lagi. Pada sistem sosialis di Rusia misalnya terdapat pendapatan terendah pada tahun 1995, yaitu antara 15:25; sedangkan di Amerika yang kapasitas pada tahun yang sama perbandingannya 20:200. Selanjutnya di Rusia pada tahun 1980 gaji tertinggi adalah 80.000 rubbel yang nilainya sama dengan 300x upah minimum atau 110x upah rata-rata. Sementara di Amerika pada tahun yang sama upah tertinggi 11.000x upah minimum atau 7000x upah rata-rata. Gaji Bill Cobsy misalnya mencapai 50.000.000,- dollar pertahun, sementara yang terendah adalah 5.000,- dollar pertahun atau 10.000x upah rata-rata penduduk Amerika. Sementara itu di Indonesia sebagai negara berkembang upah terendah adalah 45.000.-/per bulan sedangkan upah tertinggi dicapai oleh Liem Soe Liong yang mencapai lebih besar lagi lipatanntadibandingkan dengan dicapai Bill Cosby.
Dalam hubungan ini islam mengakui adanya upaya suatu gerakan kelompok yang membela kelas tertindas, tetapi gerakan itu tidak bersifat class for itself, seperti gerakan komunis dan sebagainya, bukan untuk menghancurkan kelas yang lain. Dalam perspektif islam, sturuktur yang adil tidak akan tercipta hanya dengan menghancurkan kelas yang memnguasai alat-alat produksi. Dari sini terlihat dengan jelas tentang kepedulian Islam terhadap upaya mengikis kesenjangan yang terjadi di masyarakat.[8]
Islamisasi sains adalah pengislaman atau menjadikan islam. Jadi islamisasi sains ialah menjadikan islam ilmu pengetahuan dari Barat agar dapat dan aman dikonsumsi oleh kaum muslimin.
Al Attas mengatakan, bahwa islamisasi ilmu adalah pembahasan ilmu dari penafsiran-penafsiran yang didasarkan pada ideologi sekuler dan dari makna serta ungkapan-ungkapan sekuler.
Banyaj k pemahaman ilmu pengetahuan yang terlanjur tersekulerkan dapat digeser dan diganti dengan pemahaman yang mengacu pada pesan-pesan islam, manakala proyek islamisasi pengetahuan benar-benar digarap secara serius dan maksimal. Sebagai tindak lanjut dari gagasan normative itu para pemikir muslim terus berupaya keras untuk merumuskan islamisasi pengetahuan secara teoritas dan konseptual yang didasarkan pada gabungan antara argumentasi rasional dengan petunjuk-petunjuk wahyu.
Jadi pada initnya islamisasi sains merupakan proses transformasi sains Barat ke dalam islam karena barat dianggap lebih maju dari islam, dengan memakai penyaringan filosofis.[9]
Secara ontologi, Islamisasi sains memandang bahwa dalam realitas alam semesta,realitas sosial, dan historis ada hukum ciptaan Allah Swt yang disebut dengan sunnatullah, sebagai ciptaan Allah Swt, hukum tersebut tidak netral, tetapi mempunyai tujuan sesuai dengan tujuan Allah Swt yang menciptakannya.
Al Faruqo menggariskan beebrapa prinsip dasar dalam pandangan Islam sebagai kerangka pemikiran, metodologi dan cara hidup Islam, yaitu:
a.      Keesaan Allah Swt. (tauhid)
b.     Kesatuan Penciptaan
c.      Kesatuan Kebesaran
d.     Kesatuan Ilmu
e.      Kesatuan Kehidupan
f.      Kesatuan Kemanusiaan
a.      Untuk melindungi orang islam dari ilmu yang sudah tercemar yang menyesatkan dan menimbulkan kekeliruan.
b.     Untuk mengembangkan ilmu yang hakiki yang dapat membangunkan pemikiran dan rohani pribadi muslim yang akan menambahkan keimanan kepada Allah Swt..
c.      Melahirkan keamanan, kebaikan, keadilan dan kekuatan keimanan.[10]  
Pluarisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah semua sama karena kebenaran setiap agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh menghakimi bahwa agamanya saja yang benar sedangkan agamanya yang lain salah. Prulalisme juga mengajarkan babwa “ semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.”
Teori pluarisme agama sebenarnya tidak bisa dipahami secara simplistik sebagaimana selama ini berlaku di media-media. Kebanyakan media meanggap bahwa pluarisme agama dianggap sama dengan toleransi beragama. Padahal kedua istilah istilah ini merupakan entitas berbeda, yang tidak sama. Bedanya kalau plurarisme agama adalah meakui agama lain sebagai absen atau “valid and authentic” (mengikuti istilah John Hick). Valid dan otentik inilah sebenarnya suatu pengakuan bahwa agama lain di luar agama seseorang sebagai yang abasah. Sedangkan toleransi hanya mengakui keberadaan agama-agama sebagai gejala kemajemukan, tanpa harus menghilangkan keyakinan dalam agama sendiri. Tidak harus mengakui agama orang lain abash secara akidahnya, valid dan otentik. Toleransi, singkatannya, menghargai perbedaan. “Jadi, toleransi ada karena ada perbedaan. Kalau tidak ada perbedaan, maka tidak muncul istilah toleransi.”
Kesalahan terjadi karena mengangkap realitas kemajemukan agama-agama dan paham pluralisme agama sebagai sama saja. Parahnya, pluralisme agama malah dianggap realitas dan sunnatullah. Padahal keduanya sangat berbeda. Pertama adalah kondisi di mana berbagai macam agama wujud secara bersamaan dalam suatu masyarakat atau negara. Sedangkan yang kedua adalah suatu paham yang menjadi tema penting dalam disiplin sosiologi, teologi, dan filsafat agama yang berkembang di Barat dan juga agenda penting globalisasi.
Solusi islam terhadap adanya pluralitas agama adalah dengan mengakui perbedaan dan identitas agama masing-masing. Tapi solusi yang ditawarkan paham pluralisme agama lebih cenderung menghilangkan perbedaan dan identitas agama-agama yang ada. Jadi, meanggap pluralism agama sebagai sunnatullah adalah berlebihan dan tidak benar.[11]





BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Kebenaran risalah Islam sebagai rahmat bagi manusia, terletak pada kesempurnaan Islam itu sendiri. Islam adalah dalam satu kesatuan ajaran, ajaran yang satu dengan yang lainnya mempunyai nisbat dan hubungan yang saling berkait. Maka Islam dapat kita lihat serempak dalam tiga segi yaitu aqidah, syari’ah dan nizam.
Globalisasi adalah era global/ modern bahwa dunia ini terasa seperti kampong kecil. Interaksi antarnegara, peradababn, dan budaya semakin mudah dalam melakukannya, proses tersebut saling mempengaruhi antar satu budaya dengan budaya yang lain dengan proses cepat, baik budaya itu positif atau negative
Islamisasi sains adalah pengislaman atau menjadikan islam. Jadi islamisasi sains ialah menjadikan islam ilmu pengetahuan dari Barat agar dapat dan aman dikonsumsi oleh kaum muslimin.
Pluarisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah semua sama karena kebenaran setiap agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh menghakimi bahwa agamanya saja yang benar sedangkan agamanya yang lain salah. Prulalisme juga mengajarkan babwa “ semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.”.





DAFTAR PUSTAKA

 Al-Qardhawy,Yusuf. Pengantar Kajian Islam, Jakarta Timur, Pustaka Al-Kautsar 2002
Imarah, Muhammad, 1994. Karakteristik Metode Islam, Jakarta
Musthafa Muhammad Ath-Thahhan, Pribadi Muslim Tangguh, Jakarta Timur, Pustaka Al-Kautsar 2000
M. Yatimin Abdullah, Metedologi Studi Islam, Surabaya: Pustaka Media, 2004
Muhammad  Iqbal, Sains dan Islam, Bandung: Penerbit NUANSA, 2007
Nata, Abuddin, Metode Studi Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004

Razak, Nasruddin. Dienul Islam, Bandung, Al-Ma’arif 1986


Sarjuni, Pengantar Studi Islam Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011



[1] Al-Anbiya :107
[2] Drs. Nasruddin Razak,  Dienul Islam, (Bandung Alma’arif 1986), hal 84
[3]  An-Nisa(4) : 1
[4] Dr. Yusuf Qardhawi,  Merasakan Kehadiran Tuhan, (Yogyakarta  Mitra Pustaka 1999), hal 157
[5] Musthafa Muhammad Ath-Thahhan, Pribadi Muslim Tangguh, (Jakarta Timur, Pustaka Al-Kautsar 2000) hal 286
[6] Dr. Muhammad Imarah, Karakteristik Metode Islam, (Jakarta 1994) hal 413
[7] M. Yatimin Abdullah, Metedologi Studi Islam, (Surabaya: Pustaka Media, 2004), h. 15.
[8] Abuddin Nata, Metode Studi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 58-60.
[9] Muhammad  Iqbal, Sains dan Islam, (Bandung: Penerbit NUANSA, 2007), h. 13-14
[10] Ibid, h. 18-22.
[11] Sarjuni, Pengantar Studi Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), h.58-61.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Teori Atom Mekanika Kuantum Dan Atom Bohr

TEORI ATOM BOHR DAN MEKANIKA KUANTUM A.       Atom Bohr Dilihat dari kandungan energi elektron, ternyata model atom Rutherford mempu...